Kamis, 25 September 2008

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan gambut hanya menutupi sekitar 3% dari luas bumi, dan mengandung 20-35% dari karbon yang tersimpan di permukaan bumi. Lahan-lahan gambut tropik, seperti di Asia Tenggara, mempunyai kapasitas penyimpanan karbon yang sangat banyak (3-6 kali lebih banyak daripada lahan-lahan gambut di daerah beriklim sedang). Lahan gambut juga sangat kaya akan keanekaragaman jenis hayati yang unik dan hanya dijumpai di daerah rawa-rawa gambut (Moore & Nina 2003).

Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 26 juta ha. Hampir seluruh lahan gambut yang ada di Indonesia tersebut terdapat di luar Pulau Jawa, yang merupakan pulau-pulau daerah tujuan transmigrasi, yaitu di Pulau Sumatera 8,9 juta ha, Pulau Kalimantan 6,3 juta ha dan Pulau Papua 10,9 juta ha. Di wilayah Sumatera, sebagian besar lahan gambut berada di pantai Timur, sedangkan di Kalimantan terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan (Tim Ad Hoc 2008).

Hutan rawa gambut adalah jenis hutan yang tumbuh pada suatu lapisan tebal dari bahan organik. Lapisan bahan organik ini terdiri atas tumpukan tumbuhan yang telah mati seperti dedaunan, akar-akar, ranting, bahkan batang pohon lengkap, yang telah terakumulasi selama ribuan tahun. Gambut tersebut membentuk media tumbuh yang semakin terangkat tiap pergantian generasi tumbuhan, dan hal tersebut dapat menghasilkan lapisan dengan ketebalan hingga lebih dari 20 meter. Lapisan gambut terbentuk dalam kondisi tertentu, karena tumbuhan yang mati dalam keadaan normal dengan cepat mengalami penguraian oleh fungi, bakteri dan organisme lainnya. Namun karena sifat tanah gambut yang anaerob dan memiliki keasaman tinggi, serta kurangnya unsur hara, maka proses dekomposisi berlangsung lambat (Central Kalimantan Peatlands Project 2006).

Mengingat pentingnya peran mikroorganisme tanah khususnya fungi, dalam proses dekomposisi bahan organik pada tanah gambut dan masih relatif terbatasnya informasi mengenai jenis fungi pada tanah gambut, perlu diidentifikasi jenis-jenis fungi tanah gambut dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Dengan demikian akan dapat diketahui populasi dan jenis fungi yang berperan dalam proses dekomposisi bahan orgnik tanah gambut. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai data pendukung dalam pengelolaan lahan gambut. Buckman & Nyle (1982) menyatakan bahwa organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah.

Kerangka Pemikiran

Tanah gambut merupakan media yang kaya akan bahan organik, dengan kandungan lebih dari 65%. Gambut yang terbentuk dapat mencapai kedalaman 15 meter. Lingkungan tanah gambut selalu dalam keadaan jenuh air. Bahan organik yang tinggi tidak membuat tanah gambut memiliki unsur hara yang tinggi, karena kondisi tanah gambut yang anaerob membuat proses dekomposisi oleh mikroorganisme berlangsung lambat, walaupun dilakukan modifikasi ke kondisi aerob dengan cara memberikan drainase pada tanah gambut. Mikroorganisme yang paling berperan pada proses dekomposisi bahan organik di tanah gambut adalah fungi dan bakteri.

Dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik maka perlu diidentifikasi jenis fungi yang terdapat di tanah gambut, sehingga diketahui jenis fungi yang paling berperan dalam dekomposisi bahan organik. Identifikasi fungi ini juga akan memberikan informasi tentang fungi yang lebih dominan di tanah gambut. Tanah gambut yang dijadikan sampel dibedakan berdasarkan kematangan yaitu, fibrik, hemik dan saprik. Secara rinci pola pikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.




Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian


Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menginventarisasi berbagai jenis fungi yang terdapat pada tanah gambut dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik

2. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan gambut terhadap keberadaan jenis fungi dalam mendekomposisikan bahan organik.

Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dengan adanya penelitian ini adalah memberikan informasi jenis fungi tanah gambut dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik, sehingga dapat digunakan sebagai masukan dalam kegiatan pengelolaan lahan gambut.

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat berbagai jenis fungi pada bahan organik di tanah gambut.

2. Tingkat kematangan gambut berpengaruh terhadap jenis fungi yang terdapat pada bahan organik.


TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Gambut

Secara fisik, lahan gambut merupakan tanah histosol yang umunya selalu jenuh air atau terendam air sepanjang tahun. Menurut Foth (1991) tanah histosol terbentuk dari tanah jenuh air terus menerus paling sedikit sebulan dalam satu tahun. Tanah histosol sangat dipengaruhi oleh vegetasi alami yang ditimbun di dalam air dan tingkat perombakannya. Suriadikarta & Mas (2007) menuliskan, dalam praktek, tanah gambut yang digunakan memiliki kedalaman minimal 50 cm. Pada tahap awal, proses pengendapan bahan organik terjadi di daerah cekungan di belakang tanggul sungai. Dengan adanya air tawar dan air payau yang menggenangi daerah cekungan, proses dekomposisi bahan organik menjadi sangat lambat. Selanjutnya secara perlahan-lahan terjadilah akumulasi bahan organik, yang akhirnya terbentuk endapan gambut dengan ketebalan yang bervariasi.

Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk dari bahan organik berupa (1) bahan jenuh air dalam waktu lama dengan kadar bahan organik paling sedikit 12%, atau (2) bahan tidak jenuh air selama kurang dari beberapa hari dengan kadar bahan organik paling sedikit 20% (Noor 2004).

Lahan gambut (kadang-kadang disebut rawa gambut) terbentuk dari tanaman-tanaman yang tergenang air terurai secara lambat. Gambut yang terbentuk terdiri atas berbagai bahan organik tanaman yang membusuk dan terdekomposisi pada berbagai tingkatan. Tingkat dekomposisi/kematangan gambut serta kedalaman gambut sangat mempengaruhi kualitas lahan gambut. Berdasarkan tingkat dekomposisinya gambut tergolong dalam gambut fibrik (dekompoisi awal), hemik (dekomposisi pertengahan), saprik (dekomposisi lanjut) (Noor 1996). Ciri-ciri khas dari lahan gambut adalah mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi (lebih dari 65%). Gambut yang terbentuk dapat mencapai kedalaman lebih dari 15 m (Moore & Nina 2003).

Umumnya, kawasan gambut membentuk kubah yang tebal di bagian tengah yaitu diantara dua sungai dan makin mendekati tepi atau pinggir sungai ketebalan gambut makin tipis. Ketebalan gambut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, dibeberapa wilayah rawa yang berada pada ketinggian 1 m – 2 m dari permukaan laut, ketebalan gambut relatif tipis, tetapi di wilayah pesisir ketebalan gambut sekitar 0,5 m – 2,0 m (Noor 2001).

Hutan rawa gambut ditumbuhi oleh beberapa jenis vegetasi. Dari arah sungai menuju ke tengah kubah gambut terdapat perubahan yang berlanjut dalam komposisi spesies dan struktur hutan. Sungai-sungai tersebut didominasi oleh rerumputan apung dan tumbuhan palem yang berduri dan melilit, yang dapat menghalangi sungai tersebut, membuat sulit bahkan tidak bisa untuk diarungi. Tumbuhan palem dan beraneka ragam pohon besar seperti Terentang, Pulai dan Meranti mendominasi di sekitar sungai. Keragaman tersebut mulai berkurang dengan jelas terlihat menuju area deposit gambut yang lebih dalam di sekitar pusat dari kubah gambut tersebut. Salah satu spesies khas di rawa gambut adalah Ramin, yang merupakan jenis pohon yang bernilai komersial tinggi. Hanya ada sedikit spesies yang tahan terhadap kondisi pasokan unsur hara yang amat sedikit dan juga simpanan air yang hampir selalu konstan di bagian hutan ini, membuat pertumbuhan pohon-pohon menjadi terhambat. Di beberapa wilayah, pepohonan tumbuh tidak lebih dari ketinggian 10 hingga 15 meter (Central Kalimantan Peatlands Project 2006).

Sifat fisik tanah gambut

Menurut Buckman & Nyle (1982) sifat-sifat fisik tanah gambut meliputi; (1) warna tanah, (2) kerapatan massa, dan (3) struktur. Berikut uraian tentang sifat-sifat fisik tanah gambut di atas.

1. Warna Tanah

Tanah gambut mempunyai warna khas, yaitu coklat kelam atau sangat hitam kalau basah. Walaupun bahan asal mungkin kelabu, coklat atau coklat kemerahan, senyawa humik berwarna kelam manunjukkan tingkat dekomposisinya. Pada umumnya perubahan yang dialami bahan organik agak mirip dengan yang terjadi pada sisa-sisa organik tanah mineral, meskipun aerasi pada gambut terbatas.

2. Kerapatan massa

Kerapatan massa lahan gambut atau berat volume dibanding dengan tanah permukaan mineral sangat kecil yaitu 0,09 kg sampai 0,13 kg, mungkin ini perkiraan yang wajar. Permukaan suatu tanah mineral yang dikelola massanya berkisar antara 0,56 kg sampai 0,65 kg. Dalam 30,5 cm3 tanah gambut mengandung bahan kering 3,63 kg sampai 9,07 kg, tergantung pada sumber asal, keadaan lapisan dan campuran bahan mineral.

3. Struktur

Tanah gambut kayuan atau berserat yang khas dan paling menonjol adalah keadaan fisik yang hampir tidak berubah. Sementara lapukan bahan organik, dalam keadaan koloidal dan memiliki daya adsorbsi yang banyak, kohesi dan plastisitasnya sangat rendah. Karena itu, tanah gambut yang baik ialah bergumpal, terbuka dan mudah dikerjakan.

Sifat kimia tanah gambut

Menurut Noor (2001) sifat kimia tanah gambut yang utama meliputi; (1) keasaman tanah, (2) ketersediaan hara tanah, (3) kapasitas tukar kation, (4) kadar asam organik tanah dan (5) kadar pirit atau sulfur.

1. Keasaman tanah

Tanah gambut memiliki karakteristik kimiawi yang khas pada kondisi murni air tawar. Tidak adanya nutrisi atau komponen penyangga yang dapat mengalir masuk dan ke luar area gambut membuat air tanah gambut asam dengan pH 3,0 – 4,5 dan unsur hara yang sangat rendah (Central Kalimantan Peatlands Project 2006).

Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman tanah gambut adalah kadar pirit (senyawa sulfur) dan asam-asam organik. Pada pH 3,0 – 4,5 yang berperan dalam menentukan keasaman tanah adalah Al3+ yang dapat dipertukarkan (Aldd). Peran ion hidroksida Al dan Hdd makin besar pada pH 4,5 – 5,5 dan yang semakin mendekati pH 5,5. Pada pH > 5,5 sumber keasaman utama bukan lagi dari Aldd tetapi Hdd dan H+ yang terdisosiasi dari ikatan –OH.

2. Ketersediaan hara tanah

Tingkat kesuburan tanah gambut berhubungan erat dengan lingkungan fisiknya. Gambut dalam yang berada di sekitar kubah gambut relatif kurang subur dibandingkan dengan gambut tipis yang berada dipinggiran. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan hara lapisan atas tanah gambut dalam lebih miskin akibat akar vegetasi yang tumbuh di atasnya tidak dapat mencapai lapisan tanah mineral di bawahnya.

3. Kapasitas tukar kation

Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah gambut lebih besar dibandingkan dengan tanah mineral. Nilai KTK memegang peran penting dalam pengelolaan hutan dan dapat menjadi penciri kesuburan tanah. KTK pada umumnya tergantung pada jumlah muatan negatif yang berada pada kontak jerapan. Kation-kation Ca, Mg, K, dan Na dari kontak jerapan ditukar oleh ion-ion H yang mendominasi kompleks jerapan.

4. Kadar asam organik tanah

Tanah gambut mempunyai asam-asam organik yang terdiri atas asam humat, asam fulvat dan humin. Kandungan asam-asam organik ini berhubungan erat dengan kecepatan mineralisasi yang terjadi pada tanah organik. Umumnya, fraksi asam humat mempunyai berat molekul yang lebih besar dan susunan senyawanya lebih kompleks daripada asam fulvat. Asam humat larut dalam alkali sebagai garam-garam Na, K, NH4 dan mengendap dalam asam sebagai benda amorf, tetapi tidak larut dalam air ataupun asam. Asam fulvat merupakan fraksi bahan organik yang mudah larut dalam asam, air, alkohol, ataupun alkali. Asam humin adalah fraksi humus yang tidak larut dalam alkali, air, ataupun asam.

5. Kadar pirit atau sulfur

Sebagian lahan gambut berasosiasi dengan tanah mineral sulfat asam. Tanah (mineral) sulfat asam dicirikan oleh kandungan pirit > 2% atau S > 0,75%, terletak pada jeluk <>

Air tanah gambut

Tahan gambut pada keadaan alami akan selalu basah dan dalam keadaan tergenang air. Sifat dan keadaan tata air lahan gambut dipengaruhi oleh kondisi pasang surut sungai/laut, iklim dan topografi. Kondisi pasang surut adalah manifestasi pengaruh gaya tarik benda-benda langit sehingga secara silih berganti terjadi pasang surut. Dalam hal ini, secara berkala terjadi pasang tunggal dan pasang tinggi (spring tide) sebanyak dua kali setiap bulan, yaitu pada hari ke-1 (bulan mati) dan ke-14 (bulan purnama). Pada rentang waktu antara dua pasang tinggi terjadi pasang ganda (neap tide) dengan ketinggian air yang berfluktuasi menurut hari dan jam. Pasang ganda terjadi dua kali dalam 1 x 24 jam. Perbedaan ketinggian air antara pasang (high tide) dan surut (low tide) berkisar 2,0 m – 2,5 m (Noor 2001).

Suatu sifat penting tanah gambut ialah besarnya kemampuan menahan air, salah satu ciri koloidal terutama yang dikembangkan oleh bahan organik dalam keadaan koloidal. Tanah mineral kering mengadsorpsi dan mengikat air seperlima sampai dua perlima beratnya sedangkan tanah gambut akan mengikat air dua mungkin tiga empat kali beratnya tergantung pada keadaan lingkungan tanah gambut (Buckman & Nyle 1982).

Fungi Tanah

Iklim di Indonesia yang panas dan lembab merupakan habitat yang sesuai bagi kehidupan mikroorganisme tropis termasuk fungi. Fungi dapat hidup pada berbagai bentuk ekosistem. Salah satu penyebaran fungi berlangsung melalui spora yang berterbangan di udara, dan berkembang biak di dalam tanah (Aminah & Supraptini 2003).

Ciri luar yang membedakan fungi adalah bentuk vegetatif yang berupa benang (filamen). Miselia mempunyai tenunan yang sederhana dan terbatas ataupun bercabang-cabang yang ukurannya sangat menarik perhatian. Sering terjadi pembentukan spora khusus atau badan buah yang bagi beberapa golongan berukuran makroskopis sederhana dari fungi payung dan fungi penumpu, yang berukuran luar biasa.

Pitt & Hocking (1997) memberikan contoh jenis-jenis fungi antara lain Fusarium sp., Mucor sp., Rhizopus sp. dan Trichoderma sp, mampu bertahan hidup dan bersaing dengan fungi lain untuk mendapatkan ruang tumbuh serta unsur lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Fusarium sp. dan Trichoderma sp. termasuk kelompok Ascomycota yang dapat tumbuh pada suhu 250C dan 15-350C sedangkan Mucor sp. dan Rhizopus sp. termasuk kelompok Zygomycota yang dapat tumbuh pada suhu 5-200C dan 350C.

1. Fungi benang

Fungi benang akan berkembang baik di tanah-tanah, asam, netral atau alkali, beberapa di antaranya menyukai, lebih dari keadaan lain, akan pH rendah. Akibatnya di tanah asam jumlahnya banyak. Fungi benang terdapat diseluruh horison tanah, dimana jumlah yang terbanyak terdapat di lapisan permukaan tempat bahan organik tersedia dan tercukupi aerasinya Empat jenis genus yang paling terkenal adalah Penisillium, Mucor, Trichoderma, dan Aspergillus (Buckman & Nyle 1982).

Fungi tumbuh dari spora dengan struktur menyerupai benang, ada yang mempunyai dinding pemisah, dan ada yang tidak. Benang secara individu disebut hifa dan massa benang yang luas disebut misellium. Misellium adalah struktur yang berpengaruh dalam absorbsi nutrisi secara terus menerus untuk fungi dapat tumbuh, dan pada akhirnya menghasilkan yang hifa khusus memproduksi spora reproduktif (Foth 1991).

Faktor yang paling penting dalam aktivitas fungi adalah persedian makanan. Fungi adalah mikroorganisme yang paling dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan paling tahan dibandingkan dengan golongan lain, berdasarkan kemampuannya mendekomposisi bahan organik. Selulosa, tepung getah, lignin maupun protein dan gula merupakan sumber bahan makanan yang mudah didekomposisi dan mudah tersedia bagi fungi untuk hidup dan beraktivitas (Buckman & Nyle 1982).

2. Mikorhiza

Fungi hidup dan beraktivitas pada sebagian besar akar tanaman. Keuntungannya, sebagian besar fungi membentuk hubungan yang saling menguntungkan dengan tanaman inang yang mereka serang. Setelah spora mikorhiza tumbuh, hifa menginfeksi akar-akar rambut tanaman yang kemudian tumbuh di dalam dan di luar akar rambut. Hifa fungi pada bagian luar akar membantu penyebaran akar-akar untuk mengabsorbsi air dan unsur hara ke tanaman (Foth 1991).

Fungi menghasilkan badan buah seperti payung, bola tiup, dalam jumlah yang melimpah yang banyak terdapat di hutan dan di tempat-tempat lain. Miselia jenis fungi golongan umum sering mengerumuni akar pohon dan memberikan asosiasi yang disebut mikorhiza. Benang fungi dalam beberapa keadaan membentuk tikar di sekeliling permukaan akar penyerap, sedangkan dalam keadaan lain mereka menembus sel-sel akar (Buckman & Nyle 1982).

Peran Mikroorganisme dalam Mendekomposisi Bahan Organik

Tingginya bahan organik pada tanah gambut merupakan karakteristik yang dimiliki oleh tanah gambut. Isroi (2008) meyatakan bahwa tanah sangat kaya akan mikroorganisme, seperti bakteri, actinomycetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroorganisme per gram tanah. Prodktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroorganisme tersebut. Tambahnya lagi, bahwa sebagian besar mikroorganisme tanah memiliki peranan yang menguntungkan, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, siklus hara tanaman, fiksasi nitrogen, pelarut posfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara.

Buckman & Brady (1982) menyatakan bahwa organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah. Mikroorganisme tanah sangat nyata perannya dalam hal dekomposisi bahan organik pada tanaman tingkat tinggi. Dalam proses dekomposisi sisa tumbuhan dihancurkan atau dirombak menjadi unsur yang dapat digunakan tanaman untuk tumbuh.

White (1947) mengatakan bahwa mikroorganisme akan menyerang atau merusak tumbuhan sampai hilangnya sebagian O2 dan berkembangnya toksin yang akan merusak kehidupan mikroorganisme. Jika proses tersebut berjalan terus, maka akan dihasilkan gambut yang berwarna hitam. Jika proses tersebut tidak berjalan terus maka akan dihasilkan gambut yang mempunyai struktur seperti tumbuhan dan biasanya berwarna coklat yang mengandung sisa-sisa kayu dan material tumbuhan lainnya.

Mikroorganisme perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan bakteri. Pada kondisi aerob, mikroorganisme perombak bahan organik terdiri atas fungi, sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik adalah bakteri (Noor 2004). Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik untuk semua jenis tanah. Fungi toleran pada kondisi tanah yang asam, yang membuatnya penting pada tanah-tanah hutan masam. Sisa-sisa pohon di hutan merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi fungi tertentu mempunyai peran dalam perombakan lignin (Foth 1991).

N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp. Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, unsur hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P, mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Isroi 2008).


BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Sampel tanah gambut diambil dari Desa Sei Siarti, Kabupaten Labuhan Batu. Isolasi fungi dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Mei 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah gambut yang diambil berdasarkan tingkat kematangannya yaitu, (1) fibrik (baru mulai mengalami dekomposisi), (2) hemik (tingkat dekomposisinya sedang) dan (3) saprik (tingkat dekomposisinya telah lanjut), PDA (Potato Dextro Agar). Air steril, dekstrosa, alkohol 70%, aluminium foil, tissue, kertas label, dan alat-alat tulis.

Sedangkan alat yang digunakan yaitu, selotip, kawat persegi, cawan Petri, beaker glass, tabung reaksi, parang atau pisau, sendok, spatula, ose , timbangan, bunsen, oven, autoklaf, inkubator, gelas ukur, mikroskop cahaya, kaca objek, gelas penutup dan kamera digital.

Isolasi Fungi dari Gambut

Isolasi fungi dilakukan dengan metode pengenceran ekstrak tanah gambut. Untuk tiap sampel dilakukan tiga kali ulangan, sehingga terdapat sembilan ulangan yang terdiri atas sampel tanah jenis fibrik, sampel tanah jenis hemik dan sampel tanah jenis saprik.

Tanah gambut jenis fibrik dimasukkan sebanyak 10 g ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi air steril sebanyak 100 ml dan diaduk hingga merata, kemudian diambil 1 ml sampel dari tabung Erlenmeyer dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi I (pertama) yang berisi 9 ml air steril dengan pengenceran 10-1 . Kemudian dari tabung reaksi I diambil 1 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi II (kedua) yang berisi 9 ml air steril. Dan dari tabung II diambil 1 ml lalu dimasukkan ke tabung reaksi III (ketiga) yang berisi air steril 9 ml. Setelah itu, dari tabung reaksi I, II, dan III dituang 0,1 ml ke dalam cawan Petri I, II, dan III yang telah berisi media PDA dengan menggunakan pipet tetes mikro kemudian disebarkan dengan spatula secara merata pada permukaan PDA sampai kering dan dibiarkan sampai miselium fungi tumbuh pada media biakan tersebut.

1 ml

1 ml 1 ml

9 ml 9 ml 9 ml

Air steril air steril air steril air steril

100 ml

0,1 ml 0,1 ml 0,1 ml

10-1 10-2 10-3

Cawan Petri 1 Cawan Petri 2 Cawan Petri 3

Gambar 2. Cara pengenceran gambut untuk isolasi fungi pada media biakan

dalam cawan Petri


2. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

Isolasi fungi menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang dibuat sendiri. Sebanyak 200 g kentang yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian diiris tipis-tipis. Kentang direbus selama 15-20 menit dengan air steril secukupnya, kemudian disaring dengan kain. Filtrat yang dihasilkan dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian ditambahkan 20 g dekstrosa dan ditambahkan 20 g agar kemudian dimasukkan air steril hingga volumenya menjadi satu liter. Kemudian dipanaskan dan diaduk hingga medium tampak bening. Lalu medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan 2 atm selama 15 menit. Media yang telah disterilisasi selanjutnya dituang ke dalam cawan Petri.

3. Identifikasi Fungi

Identifikasi fungi dilakukan dengan dua tahap pengamatan yaitu, pengamatan makroskopis dan pengamatan mikroskopis.

Pengamatan makroskopis

Pengamatan makroskopis adalah identifikasi fungi berdasarkan sifat-sifat morfologinya. Hal-hal yang diamati, yaitu warna koloni, bentuk koloni dan diameter koloni.

Pengamatan mikroskopis

Pengamatan mikroskopis adalah identifikasi fungi di bawah mikroskop untuk melihat miselium, konidia atau spora, bentuk konidia, ukuran konidia, warna konidia, konidiofor dan stigma.

Setelah semua data terkumpul, kemudian identifikasi fungi dilanjutkan dengan menggunakan kunci identifikasi.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil pengamatan di laboratorium diketahui bahwa fungi yang teridentifikasi adalah delapan jenis. Tiap jenis tanah gambut di Desa Sei Siarti, Kabupaten Labuhan Batu terdapat jenis fungi yang berbeda untuk setiap ulangan dan pengencerannya. Dari hasil identifikasi terdapat jenis fungi yang tidak teridentifikasi. Hal ini disebabkan pada saat pengamatan mikroskopik ciri-ciri fungi seperti konidia dan hifa tidak terlihat secara jelas.

Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa tanah gambut memiliki keanekaragaman fungi yang banyak, dimana hasil identifikasi fungi tanah gambut ditemukan delapan jenis dan satu jenis tidak teridentifikasi. Kedelapan fungi yang teridentifikasi tersebut terdiri dari Aspergillus sp.1, Aspergillus sp.2, Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, Penicillium digitatum, Penicillium sp., Curvularia sp. dan Mucor sp. Dari kedelapan jenis tersebut tidak seluruhnya terdapat pada ketiga jenis tanah gambut berdasarkan tingkat kematangannya, karena kemampuan fungi untuk mendekomposisi bahan organik berbeda-beda.

Jenis-jenis fungi hasil isolasi tanah gambut saprik

Dari hasil isolasi tanah gambut saprik diperoleh empat jenis fungi. Adapun jenis-jenis fungi tersebut, yaitu Aspergillus sp.1, Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, dan Aspergillus sp.2. Jumlah koloni fungi rata-rata untuk jenis tanah gambut saprik disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah saprik

Jenis Tanah Gambut

Jenis Fungi

Jumlah koloni fungi rata-rata (colony forming unit (cfu)/ml)

Saprik

Aspergillus sp.1

Fusarium sp.

Penicillium chrysogenum

Tidak teridentifikasi

Aspergillus sp.2

6.7 x 102

1 x 104

1.3 x 104

4 x 103

3.3 x 103

Populasi

30970

Dari empat jenis fungi pada tanah gambut jenis saprik yang diperoleh terdapat perbedaan jumlah koloni untuk tiap fungi. Penicillium chrysogenum merupakan fungi dengan jumlah koloni rata-rata terbanyak pertama yaitu sebesar 1,3 x 104 cfu/ml, sedangkan fungi dengan jumlah koloni rata-rata terkecil adalah Aspergillus sp.1 yaitu sebesar 6,7 x 102 cfu/ml. Secara rinci perbedaan jumlah koloni fungi rata-rata dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut saprik

Jenis-jenis fungi hasil isolasi tanah gambut hemik

Dari hasil isolasi jenis tanah gambut hemik memiliki lima jenis fungi dan merupakan hasil isolasi tarbanyak yaitu, Penicillium chrysogenum, Mucor sp., Penicillium digitatum, Penicillium sp., Curvularia sp. Jumlah koloni fungi rata-rata daat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah hemik

Jenis Tanah Gambut

Jenis Fungi

Jumlah koloni fungi rata-rata (colony forming unit (cfu)/ml)

Hemik

Penicillium chrysogenum

Tidak teridentifikasi

Mucor sp.

Penicillium digitatum

Aspergillus sp. 2

Curvularia sp

4 x 103

3.7 x 102

3.7 x 102

0.3 x 102

0.3 x 102

7 x 102

Populasi

5500

Dari tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan jumlah koloni tiap jenis fungi pada tanah gambut jenis hemik. Sama dengan tanah gambut fibrik Penicillium chrysogenum adalah fungi dengan jumlah koloni rata-rata terbanyak pertama yaitu sebesar 4 x 103 cfu/ml, dan fungi dengan jumlah koloni fungi rata-rata terkecil ada 2 jenis yaitu Penicillium digitatum dan Penicillium sp. yaitu sebesar 0,3 x 102 cfu/ml. Secara rinci perbedaan jumlah koloni fungi rata-rata dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut hemik

Jenis-jenis fungi hasil isolasi tanah gambut fibrik

Jenis gambut fibrik merupakan jenis tanah yang paling sedikit jenis funginya. Hanya diperoleh dua jenis fungi dari hasil isolasi, yaitu Aspergillus sp.1 dan Mucor sp.. Berikut jumlah koloni fungi rata-ratanya yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah fibrik

Jenis Tanah Gambut

Jenis Fungi

Jumlah koloni fungi rata-rata (colony forming unit (cfu)/ml)

Fibrik

Aspergillus sp. 1

Mucor sp.

3.7 x 102

1 x 104

Populasi

10370

Dari kedua jenis tersebut Mucor sp. merupakan fungi dengan jumlah koloni terbanyak yaitu sebesar 1 x 104 cfu/ml sedangkan Aspegillus sp. 1 hanya sebesar 3,7 x 102 cfu/ml. Perbedaan jumlah koloni tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut fibrik


Jenis-jenis fungi yang terdapat pada tanah gambut berdasarkan tingkat kematangan gambut yang teridentifikasi secara makroskopik dan mikroskopik terdiri dari 8 jenis, yaitu Aspergillus sp. 1, Aspergillus sp. 2, Curvularia sp., Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, Penicillium digitatum, Penicillium sp., Mucor sp..

1. Aspergillus sp. 1. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna titik-titik hijau dan kemudian menjadi hijau tua setelah berumur 14 hari dan pada bagian tengah pertumbuhanya lebih tebal dan berbentuk seperti kapas disajikan pada Gambar 6A. Pertumbuhan Aspergillus sp.1 yang di isolasi pada cawan Petri tumbuh secara tidak teratur, hal ini dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh ke permukaan PDA. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 6B. Vesikel berbentuk bulat hingga semi bulat. Fialid terbentuk langsung pada vesikula. Konidiofor berbentuk tidak teratur dan memiliki diameter 4,3 μm, konidia berbentuk bulat dengan diameter 2 μm pada pengamatan di bawah mikroskop.

b

a

c

A B

Gambar 6. Aspergillus sp. 1 koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b) dan konidia (c)


2. Aspergillus sp. 2. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna titik-titik hijau dan kemudian menjadi hijau tua setelah berumur 14 hari disajikan pada Gambar 7A. Pada gambar dapat dilihat pertumbuhan fungi yang menyebar karena jumlah konidia yang banyak sehingga bila terjatuh ke permukaan PDA akan tumbuh membentuk koloni. Untuk ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 7B. Vesikel berbentuk bulat namun tertutupi oleh banyaknya konidia. Fialid terbentuk langsung pada vesikula. Konidiofor berbentuk kasar dan memiliki diameter 6 μm, konidia berbentuk bulat dengan diameter 2,1 μm pada pengamatan di bawah mikroskop.

b

c a

A B

Gambar 7. Aspergillus sp. 2 koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b) dan konidia (c)


3. Culvularia sp. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna hitam hingga berumur 14 hari dan pada bagian tengh terdapat miselia berbentuk seperti kapas disajikan pada Gambar 8A. Dapat dilihat pertumbuhan fungi pada umur 7 hari hampir menutupi seluruh bagian cawan Petri dengan diameter 7,5 cm. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 8B. Konidiofor berbentuk tunggal atau berkelompok, lurus atau membengkok dan memiliki diameter 3 μm, sedangkan konidia umumnya membengkok dan memiliki 3 septa dengan diameter (13 x 4,5) μm pada pengamatan di bawah mikroskop.

b

a

A B

Gambar 8. Curvularia sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (porokonidia) (b)


4. Fusarium sp. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna kuning dan miselia bentuknya seperti kapas disajikan pada Gambar 9A. Pertumbuhan fungi membentuk sebuah lingkaran tidak sempurna. Koloni ini berdiameter 3,75 cm pada umur 7 hari dan setelah berumur 14 hari berdiameter 4,5 cm. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. sangat lambat. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 9B. Konidiofor ada yang bercabang dapat ada pula yang tidak dan memiliki diameter 4,5 μm. Makrokonidia dapat bersepta 3-5, sedikit membengkok, dan meruncing pada kedua ujung dan memiliki diameter (16,5 x 3,5) μm sedangkan mikrokonidia bersepta 0 hingga 2 pada pengamatan di bawah mikroskop. Klamidospora terdapat dalam hifa atau konidia, berbentuk halus atau agak kasar dan berbentuk semibulat.

b a

c

A B

Gambar 9. Fusarium sp. koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), makrokonidia (b), mikrokonidia (c)


5. Penicillium chrysogenum. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna hijau tua hingga berumur 14 hari. Pada bagian pinggir koloni terdapat warna putih mengellingi koloni disajikan pada Gambar 10A. Fungi tumbuh menyebar pada media PDA dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh kepermukaan. Ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 10B. Konidiofor dapat bercabang dengan banyak dapat tidak, memiliki diameter 3 μm. Konidia berbentuk bulat, berdinding halus, dan memiliki diameter 1,9 μm. Fialid melekat pada ujung konidiofor, dan memiliki diameter 1 μm pada pengamatan di bawah mikroskop.

c

b

a

d

A B

Gambar 10. Penicillium chrysogenum koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), percabangan (b), Fialid (c), konidia (d)


6. Penicillium digitatum. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna titik-titik hijau dan memiliki warna merah pada bagian bawah. Pada bagian pinggir koloni terdapat konidia yang menyebar mengellingi koloni disajikan pada Gambar 11A. Dapat dilihat pada gambar, fungi tumbuh menyebar pada media PDA dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh kepermukaan. Untuk ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 11B. Konidiofor dapat bercabang dengan banyak dapat tidak, memiliki diameter 2 μm. Konidia berbentuk bulat, berdinding halus, dan memiliki diameter 1 μm pada pengamatan di bawah mikroskop. Fialid melekat pada ujung konidiofor..

b

c

a

A B

Gambar 11. Penicillium digitatum koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b), fialid (c)


7. Penicillium sp. Koloni tumbuh pada media PDA (Potato Dextrosa Agar), memiliki warna titik-titik kuning hingga kecoklatan dan bagian tepi koloni dikelilingi oleh warna putih hingga berumur 14 hari disajikan pada gambar 12A. Pada media PDA pertumbuhan fungi tumbuh menyebar dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh kepermukaan. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 12B. Konidiofor dapat bercabang dapat tidak, memiliki diameter 2,5 μm. Konidia berbentuk bulat, berdinding halus, dan memiliki diameter 1,8 μm. Fialid melekat pada ujung konidiofor, dan memiliki diameter 1 μm pada pengamatan di bawah mikroskop.

b

c c

a

A B

Gambar 12. Penicillium sp. koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b), fialid (c)


8. Mucor sp. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna abu-abu dan berubah menjadi warna hijau keabu-abuan pada umur 14 hari disajikan pada Gambar 13A. Pada gambar dapat dilihat pertumbuhan fungi membentuk sebuah lingkaran yang sempurna. Koloni ini berdiameter 7 cm pada umur 3 hari dan memenuhi cawan Petri pada umur 4 hari dengan diameter 8 cm. Pertumbuhan koloni fungi sangat cepat. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 13B. Konidiofor dapat bercabang dapat tidak, dan memiliki diameter 1,5 μm. Sporangium berbentuk bulat, dapat tunggal atau berkelompok, dan memiliki diameter 7-8 μm. Sporangiospora berbentuk bulat dan memiliki diameter 3,5 μm.

b

a

c

A B

Gambar 13. Mucor sp. koloni berumur 7 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), sporangium (b), sporangiospora (c)


Pembahasan

Pada tanah gambut jenis saprik ditemukan 4 fungi, yaitu Aspergillus sp. 1, Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, dan Aspergillus sp. 2. Dari keempat jenis fungi ini, Penicillium chrysogenum merupakan fungi dengan jumlah koloni rata-rata terbesar pertama yaitu 1.3 x 104 cfu/ml kemudian Fusarium sp. sebesar 1 x 104 cfu/ml, Aspergillus sp. 1 sebesar 6.7 x 102 cfu/ml, dan Aspergillus sp. 2 sebesar 3.3 x 103 cfu/ml. Walaupun Penicillium chrysogenum merupakan koloni terbanyak, tetapi pada tanah gambut jenis fibrik ini Aspergillus merupakan fungi yang paling dominan. Dapat dijelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab fungi banyak di dalam tanah gambut. Diantaranya adalah kondisi tanah yang anaerob, sumber makanan fungi dan kemampuan fungi untuk bertahan hidup.

Dan untuk tanah gambut hemik ditemukan 5 fungi, yaitu Penicillium chrysogenum, Mucor sp., Penicillium digitatum, Curvularia sp., Penicillium sp.. Fungi yang memiliki koloni rata-rata terbesar pertama adalah Penicillium chrysogenum sebesar 4 x 103 cfu/ml kemudian Curvularia sp. yaitu sebesar 7 x 102 cfu/ml, , Mucor sp. yaitu sebesar 3.7 x 102 cfu/ml, Penicillium digitatum yaitu sebesar 0.3 x 102 cfu/ml dan Penicillium sp. yaitu sebesar 0.3 x 102 cfu/ml. Dari hasil dapat dilihat bahwa Peniciliium sp. merupakan fungi yang paling dominan menempati tanah gambut jenis hemik. Dermiyati (1997) menjelaskan bahwa bahan organik mampu berfungsi sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroorganisme tanah. Diduga kemampuan Peniciliium sp. untuk menguraikan bahan organik lebih baik dibandingkan fungi yang lain, karena dari tanah gambut saprik dan hemik Peniciliium sp. merupakan fungi yang paling dominan.

Sedangkan jenis tanah gambut fibrik hanya ditemukan 2 fungi, yaitu Aspergillus sp.1 dan Mucor sp. Jumlah koloni terbanyak ada pada fungi Mucor sp. yaitu sebesar 1 x 104 cfu/ml sedangkan Aspergillus sp.1 hanya sebesar 3.7 x 102 cfu/ml. Faktor sumber makan dapat menjadi penyebab sedikitnya fungi pada tanah gambut fibrik. Menurut Deacon (1984) Mucor sp. merupakan jenis fungi yang mengandung selulosa dan saprofit. Karena tanah gambut fibrik merupakan dekomposisi tahap awal, maka fungi yang terdapat di dalam tanah merupakan fungi yang terdapat dari ranting atau daun yang jatuh.

Secara umum habitat Penicillium sp. terdapat pada tanah hutan dan juga dapat pada benih. Fungi ini dapat disebarkan melalui angin. Pada tanah, fungi ini berberan dalam proses dekomposisi terutama mendekomposisikan serasah. Dengan demikian fungi ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil ini selaras dengan penelitian Herman & Goenadi (1999) yang menyebutkan bahwa mikroorganisme seperti Aspergillus sp., dan Penicillium sp. mampu menghasilkan polisakarida yang berguna dalam perekat partikel tanah. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan tanaman perekatan partikel tanah akan mendorong terbentuknya agregat-agregat tanah yang mantap sehingga permeabilitas dan aerasi tanah lebih baik. Sehingga dapat dijelaskan bahwa keberadaan Penicillium sp. di tanah gambut adalah membantu menyediakan unsur hara bagi tanaman dengan cara mendekomposisikan sisa-sisa bahan organik, kemudian diubah menjadi unsur yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Fusarium sp. merupakan fungi yang bersifat saprofit tanah tetapi dapat bersifat patogen terhadap banyak tumbuhan. Fungi ini juga dapat menyebabkan pembusukan pada akar tanaman, dan juga berperan pada proses dekomposisi. Hasil ini sesuai dengan Irawan & Yulianti (2004) yang menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa diketahui 5 spesies fungi dekomposer dominan dari perkebuhan kopi Sumberjaya, Lampung Barat yaitu: Fusarium sp., Aspergillus ochraceus, Monascus rube, Aspergillus niger dan Trichoderma sp.

Aspergillus sp. dapat ditemukan pada tanah, buah-buahan, dan juga serasah dedaunan dengan cara mengisolasi fungi tersebut dari habitatnya. Banyak jenis dari aspergillus ini digunakan untuk industri makanan dan minuman. Namun peran penting yang lainnya adalah dalam proses dekomposisi bahan organik tanah dan membantu pertumbuhan tanaman. Seperti diketahui bahwa sisa-sisa tanaman memiliki kandungan selulosa dan lignin yang tinggi yang merupakan sumber makanan bagi sebagian fungi termasuk didalamnya Aspergillus sp., hal ini sesuai dengan pernyataan Rao (1994) yang menyebutkan bahwa beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus, dan Penicillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO2 dan asam-asam organik lainnya dengan dikeluarkannya enzim selulase.

Culvularia sp. hanya terdapat pada tanah hemik, fungi ini juga kurang diketahui perananya dalam proses dekomposisi. Namun, diduga dari habitatnya fungi ini mempunyai peranan dalam mendekomposisi bahan organik, dimana habitat fungi ini banyak sekali di daerah tropis, diisolasi dari tanah dan ada juga diserasah. Sebagai tambahan bahwa menurut Gandjar et al. (1999) fungi ini dapat mengoksidasi aneka garam Mn, menghasilkan pigmen merah (cynodotin), dan menghidroksilasi progesteron. Disamping itu, Culvularia sp. memiliki pertumbuhan koloni yang cepat, dimana rata-rata pertumbuhannya adalah 1,1 cm per hari. Ini menunjukkan kemampuan fungi dalam berkompetisi untuk memperoleh nutrisi atau unsur lain jauh lebih baik dibandingkan jenis fungi lain.

Mucor sp. merupakan spesies kosmopolit yaitu spesies yang memiliki daerah penyebarannya sangat luas, sebab spesies ini dapat diisolasi dari tanah, rerumputan, kotoran hewan, pulp kayu, dan lain-lain. Hasil identifikasi yang diperoleh menunjukkan bahwa Mucor sp. hanya terdapat pada tingkat kematangan fibrik. Hampir sama dengan Culvularia sp. pertumbuhan koloni Mucor sp. terlihat cepat pada media PDA (Potato Dextrosa Agar), dengan rata-rata pertumbuhannya adalah 2 cm per hari. Dengan demikian fungi ini menunjukkan kemampuan bersaing memperoleh nutrisi lebih baik dari fungi yang lain. Buckman & Nyle (1982)menyatakan ada 4 (empat) jenis genus fungi yang paling terkenal yaitu Penisillium, Mucor, Trichoderma, dan Aspergillus. Fungi ini berkembang hebat di tanah-tanah, asam, netral atau alkali, beberapa diantaranya menyukai akan pH rendah. Pernyataan ini diperkuat lagi oleh Pitt & Hocking (1997) yang menyatakan jenis-jenis fungi antara lain Fusarium sp., Mucor sp., Rhizopus sp. dan Trichoderma sp, mampu bertahan hidup dan bersaing dengan fungi lain untuk mendapatkan ruang tumbuh serta unsur lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Mucor sp. dapat tumbuh pada suhu 5-200C.

Semakin tinggi kedalam gambut maka kondisi oksigen semakin rendah, hal ini dimungkinkan karena sedikitnya intensitas cahaya yang dapat menembus masuk kedalam. Hal ini diduga menjadi faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi oleh fungi dan juga menjadi faktor keberadaan fungi di tanah gambut. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan komposisi fungi pada jenis tanah gambut berdasarkan tingkat kematangannya.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Diketahui 8 spesies fungi dekomposer dominan dari tanah gambut Desa Sei Siarti, Kabupaten Labuhan Batu yaitu: Aspergillus sp. 1, Aspergillus sp. 2, Fusarium sp, Penicillium chrysogenum, Penicillium digitatum, Penicillium sp, Curvularia sp dan Mucor sp.

2. Pada tanah gambut jenis saprik fungi yang ditemukan 4 spesies fungi yaitu: Aspergillus sp. 1, Fusarium sp., Aspergillus sp. 2 dan Penicillium chrysogenum.

3. Pada tanah gambut jenis hemik fungi yang ditemukan 5 spesies fungi yaitu: Penicillium chrysogenum, Mucor sp, Penicillium digitatum, Curvularia sp, Penicillium sp.

4. Pada tanah gambut jenis fibrik fungi yang ditemukan 2 spesies fungi yaitu: Aspergillus sp.1 dan Mucor sp.

Saran

Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan untuk aplikasi spora yaitu dengan mengaplikasikannya pada tanah secara langsung. Denganpenelitian lanjutan tersebut diharapkan bisa diperoleh informasi ilmiah yang sangat penting tentang kemungkinan pemanfaatan spora sebagai awal dekomposisi di lahan budidaya atau hutan.


PUSTAKA ACUAN

Aminah, N. S. dan Supraptini. 2003. Fungi Pada Buah-buahan, Sayuran, Kaki Lalat dan Lingkungan di Pasar Tradisional dan Swalayan. Jurnal Ekologi Kesehatan 2:3

http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%202/Nunik2_3.pdf [08 Juli 2008]

Buckman, H.O. dan Nyle, C.B. 1982. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman. Penerbit Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Central Kalimantan Peatlands Project, 2006. Lahan Gambut di Kalimantan. CKPP Universitas Palangka Raya. Palangka Raya. www.cckp.or.id. [7 Februari 2008]

Deacon, J.W. 1984. Introduction to Modern Mycology. Second Edition. Blackwell Scientific Publication. Oxford London Edinburgh. Boston Palto Alto Melbourne.

Dermiyati, 1997. Pengaruh Mulsa Terhadap Aktivitas Mikroorganisme Tanah dan Produksi Jagung Hibrida C-1 dalam Penerapan Formulasi Pupuk Hayati Untuk Budidaya Padi Gogo: Studi rumah kaca. Jurnal Ilmi-Ilmu Pertanian 4:1. Mezuan, Iin, P.H dan Entang I. Bengkulu. 2002.

http://www.bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2002/27.PDF [ 13 Juli 2008]

Foth, H.D. 1991. Dasar-dasar Ilmu Tanah Edisi Ketujuh. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gandjar, I., Robert, A.S., Karin van den, T.V., Ariyati, O., dan Iman, S. 1999. Mengenali Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Herman dan D.H. Goenadi. 1999. Manfaat dan Prospek Pengambangan Industri Pupuk Hayati di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. http://pustaka.bogor.net/publ/jp3/html/jpl183993.htm [ 13 Juli 2008]

Isroi, 2008. Bioteknologi Mikroba untuk Pertanian Organik. Biogen Online.

http://biogen.litbang.deptan.go.id/berita_artikel/artikel_2006_bioteknologi_mikroba.php [13 Juli 2008]

Irawan, B., dan Yulianty. 2004. Pengujian Daya Dekomposisi Isolat Mikrofungi Tanah Pada Beberapa Tipe Perkebunan Kopi di Sumberjaya, Lampung. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Lampung.

Mizuan, Iin, P.H., dan Entang, I. 2002. Penerapan Formulasi Pupuk Hayati Untuk Budidaya Padi Gogo: Studi Rumah Kaca. Jurnal-jurnal Ilmu Pertanian. Volume 4. http://www.bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2002/27.PDF

[13 Juli 2008]

Moore, P. dan Nina H, 2003. Membakar lahan gambut sama artinya dengan membuat polusi asap. Burning Issues, Berpikir untuk manajemen kebakaran yang lebih efektif.

http://www.asiaforests.org/doc/resources/fire/BI_7_indo.pdf [2 Ferbruari 2008]

Noor, M. 1996. Padi Lahan Marjinal dalam Makrofauna sebagai Bioindikator Kualitas Tanah Gambut. Bioscientiae 2:1. Maftu’ah, E,. Alwi, M, dan Willis, M. http://bioscientiae.tripod.com [2 Ferbruari 2008]

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Noor, M. 2004. Lahan Rawa, Sifat dan pengelolaan tanah bermasalah sulfat masam. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Pitt, J. I. dan A. D. Hocking. 1997. Fungi and Food Spoilage dalam Fungi pada Batang Pohon Eucalyptus urophylla di PT. Toba Pulp Lestari Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Sitorus, E. H (skripsi). Medan, 2008.

Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganisms and Plant Growth dalam Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. USU Repository. Rahmawati, N. Medan, 2006. http://library.usu.ac.id/download/fp/05013941.pdf [13 Juli 2008]

Saryono, Atria M dan Chainulfifah AM,. 2002. Isolasi dan Karakteristik Fungi Penghasil Inulinase yang Tumbuh pada Umbi Dahlia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Riau.

www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol4(2)/saryono.pdf [2 Februari 2008]

Suriadikarta, D. A. dan Mas T. D. 2007. Jenis-Jenis Lahan Berpotensi Untuk Pengembangan di Lahan Rawa. Balai Penelitian Tanah. Bogor. http://www.litbang-deptan.go.id/jurnal_litbang_pertanian/p3263075.pdf [08 Juli 2008]

Tim Ad Hoc, 2008. Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Transmigrasi.

http://www.nakertrans.go.id/hasil_penelitiantrans/Pemanfaatan%20Lahan%20Gambut.pdf [2 Ferbruari 2008]

Wetlands International-Indonesia Programme, 2002. Peat Project in Indonesia Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI).

http://www.peat-portal.net/index.cfm?&menuid=68&parentid=43 [2 Ferbruari 2008]

White, 1947. dalam Pengkajian Endapan Gambut Bersisitim di Daerah Pakbiban-Beyuku Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir Propinsi Sumatera Selatan. Wijaya, T. 2000.

http://www.dim.esdm.go.id/kolokium%202000/Bayuku.pdf